Aku menemukanmu bersandar di bahuku. Entah sejak kapan, bahkan aku tak sadar berapa lama kau nyaman ada di sana. Kulirik dia perlahan. Ah, kau tertidur rupanya. Mungkinkah bahuku selembut kasur yang tak bisa kau tinggalkan tiap pagi itu? Aku hanya tersenyum.
Aku ingat wajah tidurnya. Senyumnya yang tak pernah ia sadar adanya. Mungkin kau bermimpi tengah bermain bersama peri-peri kecil penunggu alam bawah sadarmu. Aku yang hampir kelelahan menyangga beberapa bagian tubuhmu hanya bisa berdecak, tapi aku bahagia. Sebesar itu kepercayaan yang kau tumpukan padaku. Ya, bahagia itu sederhana.
Ingin kusulap waktu yang terus melaju tak mau tahu. Menikmati rona kelelahan itu, sesekali berubah kala merasa terusik. Dia sungguh lucu bak bayi polos yang mengindahkan apapun yang mengusik hibernasi singkatnya. Wajahnya semakin memancingku untuk menuliskan namanya dalam cerita baruku. Terlelap dalam Indah Rupa, tulisku kemudian.
Sudah berapa lama aku di sini dalam keadaan kaku tak bergerak? Semoga saja dia tak terusik dengan detak jantungku yang terus berdegup kencang. Apakah kau bisa mendengar bisikan hatiku di alam mimpimu?
Sial. Kau terbangun saat aku tengah khidmat menatap rona wajahmu lekat-lekat. Kulihat kau tersenyum sembari menunjukkan raut wajah bersalah telah memberatkan beban satu sisi pundakku. Aku hanya tersipu melihatmu yang salah tingkah. Yang aku rasa, mungkin kau mulai candu untuk singgah di sisiku seperti detik-detik itu. Singgahlah, selama apapun kau mau. Karena kupastikan, tak sembarangan orang mampu kurelakan hal yang sama sepertimu.
Ceritaku belum menuju titik akhir, pun setengahnya. Aku tahu, pasti akan ada perlakuan sederhanamu yang mampu membuat jemariku menari lagi di lain hari. Ah, aku tidak sabar menunggu waktu itu. Terlelaplah lagi. Jangan biarkan aku menyelesaikan cerita ini tanpa lugumu di dalamnya, ya!
Read more >>
Aku ingat wajah tidurnya. Senyumnya yang tak pernah ia sadar adanya. Mungkin kau bermimpi tengah bermain bersama peri-peri kecil penunggu alam bawah sadarmu. Aku yang hampir kelelahan menyangga beberapa bagian tubuhmu hanya bisa berdecak, tapi aku bahagia. Sebesar itu kepercayaan yang kau tumpukan padaku. Ya, bahagia itu sederhana.
Ingin kusulap waktu yang terus melaju tak mau tahu. Menikmati rona kelelahan itu, sesekali berubah kala merasa terusik. Dia sungguh lucu bak bayi polos yang mengindahkan apapun yang mengusik hibernasi singkatnya. Wajahnya semakin memancingku untuk menuliskan namanya dalam cerita baruku. Terlelap dalam Indah Rupa, tulisku kemudian.
Sudah berapa lama aku di sini dalam keadaan kaku tak bergerak? Semoga saja dia tak terusik dengan detak jantungku yang terus berdegup kencang. Apakah kau bisa mendengar bisikan hatiku di alam mimpimu?
Sial. Kau terbangun saat aku tengah khidmat menatap rona wajahmu lekat-lekat. Kulihat kau tersenyum sembari menunjukkan raut wajah bersalah telah memberatkan beban satu sisi pundakku. Aku hanya tersipu melihatmu yang salah tingkah. Yang aku rasa, mungkin kau mulai candu untuk singgah di sisiku seperti detik-detik itu. Singgahlah, selama apapun kau mau. Karena kupastikan, tak sembarangan orang mampu kurelakan hal yang sama sepertimu.
Ceritaku belum menuju titik akhir, pun setengahnya. Aku tahu, pasti akan ada perlakuan sederhanamu yang mampu membuat jemariku menari lagi di lain hari. Ah, aku tidak sabar menunggu waktu itu. Terlelaplah lagi. Jangan biarkan aku menyelesaikan cerita ini tanpa lugumu di dalamnya, ya!