Agustus 12, 2015

Kesederhanaan Luka

Kau takkan mengerti hati yang telah terluka
Tapi dari luka aku belajar arti sebuah kerelaan dan keikhlasan
Rela berkorban, ikhlas melepaskan
Terima kasih, luka
Read more >>

Mei 22, 2015

Semoga

Hampir merayu waktu untuk segera mempertemukan hanya untuk sekedar memenuhi hasrat keinginan untuk bersama selamanya. Ah, seperti biasa. Ini hanya kesemuan saja. Tidakkah yang abadi akan datang tanpa diminta? Maksudku, diminta namun tak boleh berlebihan, kan? Tuhan Maha Tahu apa yang hambanya butuhnya. Semoga saja, yang kubutuhkan itu serupa dengan apa yang kuinginkan.

Pengalaman dikhianati tak lagi membuatku terkejut. Sudah biasa, batinku. Bagaimana tidak, aroma kejahatan akan mudah tercium meski ditutupi serapat apapun. Orang jahat memang tidak akan selamanya mampu menjalankan aksinya dengan mulus. Terima kasih, kamu. Aku semakin kuat dan belajar banyak hal, salah satunya adalah tidak cepat mempercayai segala bentuk ucapan manis yang 50:50 berujung sangat pahit.

Ada benarnya pepatah yang mengagungkan 'Kau akan menemukan di saat kau tak mencari'. Kelak akan datang seseorang yang tak pernah kita harapkan. Mungkin saja, kita pernah mengharapkannya tanpa disadari. Bagaimana jika dia benar-benar datang dengan ketidaktahuan kita? Aku pernah mencoba mengulur pita rekaman masa lalu menuju saat-saat kritis doa spontan yang pernah kuucapkan. Kurasa aku pernah mendoakan hal ini. Benarkah ini yang pernah kuucap kala itu?

Bukan maksud mengulur waktu. Aku hanya ingin mencoba bertahan dengan keadaan yang kubiarkan berjalan apa adanya. Tak ingin memerintahkan waktu untuk melaju cepat hingga aku buta arah (lagi). Rasa takut itu akan terus ada dan siap menghantuiku kapan saja. Aku tak ingin tercekik oleh keputusanku sendiri. Sekedar memastikan bahwa ketetapanNya ini memang akan berujung indah. Semoga.

Kata 'kau' memang menjadi satu bagian yang kusemogakan waktu itu. Sayangnya, kata itu tak mutlak bertuan untuk saat ini. Bisa saja memang kamu, atau 'kau' yang lain. Semoga Tuhan menghadirkanmu sebagai bingkisan istimewa di masa depan. Atau jika memang sebaliknya, semoga Tuhan tetap menjadikanmu sebagai bingkisan istimewa yang kelak mengajariku banyak hal untuk masa depanku dan masa depanmu. Entah bagaimanapun cerita akhirnya, kau telah memenuhi satu ruang doa yang pernah aku untai perlahan. Akankah untaian itu akan menjadi lingkaran utuh di masa depan? Sudah pantaskah kuucap kata 'aamiin' sekarang?
Read more >>

Februari 05, 2015

Lirih yang Terurai Jua

Tidak selamanya niat baik akan terealisasi dengan cara yang benar. Segala kebenaran memang bersifat relatif. Terkadang apa yang hendak disampaikan dengan niat yang tulus dari hati dipandang layaknya cermin antagonis. Bukan maksud hati menyakiti. Aku hanya berusaha menuturkan apa yang seharusnya kulakukan, tentunya demi meluruskan apa yang salah. Api itu terlanjur menyelubungimu. Hingga pada akhirnya, aku yang kena getahnya. Aku harus menuntut siapa? Bukankah keadaan tidak pernah salah? Bukankah yang salah memanglah insan yang terlibat di dalamnya?

Senyum bukanlah percobaan yang patut diuji. Meski ia mampu bersembunyi, tapi mata tak mampu menutupi. Aku mencoba tak lelah menghadapi segala kerasnya kenyataan. Karena aku tahu, karang pun pasti luluh pada ombak yang tulus membelainya. Itulah aku percaya, segala bentuk kesederhanaan usaha akan membuatmu kembali tersenyum dan memelukku dengan tawamu lagi. Aku sungguh rindu dengan canda itu. Sungguh.. Aku rindu

Tenanglah, aku tak akan mengemis dengan air mataku. Untuk apa? Hanya akan menyisakan kelemahan yang kelak akan membunuh kekuatanku secara perlahan. Suatu saat nanti kau pasti kan mengerti, mengapa ucap lirihku ini kuurai dengan penuh kehati-hatian. Kau kan mengerti mengapa ini kujadikan senjata andalanku yang telak saja menyulut emosi berkepanjangan padamu. Suatu hari nanti kau kan merasa, semua ini aku lakukan tak lain karena aku menyayangimu lebih dari yang kau tahu.





Aku hanya tak ingin kau menyesaliku....
Aku hanya tak ingin kau terlambat menyadari....
bahwa aku teramat mengasihimu sepenuh hatiku...
Read more >>

Januari 25, 2015

Curahan Hati di Penghujung Rindu

Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam mencintai. Berharap mengikat hati pada yang diingini tanpa mengusik. Ada pula yang harus berada di dekatnya demi membuatnya bahagia. Tidak semua punya jalan yang serupa. Tinggal bagaimana caranya menjaga hati untuk seseorang yang belum tentu menjadi miliknya di masa depan. Meski begitu, kurasa dengan berdoa adalah cara yang paling indah dan tulus dalam mencintai. Kita tak perlu mengumbar sensasi demi menjerat sang pemilik hati. Justru hanya akan merendahkan diri sendiri di mata yang dicintai.

Aku hanya menyadari bahwa pelukku tak akan bisa mengalahkan hangatnya senja. Tatapanku pun tak akan bisa seteduh perempuan yang disandingnya dulu. Hanya dengan seperti itupun aku bisa menahan diriku di hadapanmu, untuk tak berlaku semauku. Aku hanya ingin menjaga hatiku dan hatimu dengan begitu sederhana. Aku hanya menjadi realistis, bahwa mendapatkan cinta memang tidak semudah yang dibayangkan.

Mengagumimu....
Kini menjadi cukup bagiku. Terkadang aku harus bersusah payah untuk menjaga pandanganku dari sosokmu yang bisa muncul kapanpun sang waktu mau. Aku pun harus mengelus dada kala tak kuasa menahan rindu di belakangmu. Sadar bahwa rindu ini belum pantas untuk memenuhi rongga hatiku, karena aku tahu, kamu tidak akan merasakannya sampai kapanpun. Kecuali jika kau memiliki rasa yang sama.

Aku percaya akan kuasa waktu dan segala permainannya. Segala hal yang datang dengan singkat, akan pergi dengan singkat pula. Begitu pun sebaliknya. Segala perjuangan yang diusahakan dengan uluran waktu, tentu akan bertahan dalam jangka waktu yang lama pula. Aku percaya, rindu yang bisu ini akan merengkuh kebahagiaan di masanya.

Aku akan terus membiarkan rindu ini terkekang dalam kebisuan. Biarkan ia mengalir melalui jemari yang tak henti menulis, hati yang tak berhenti menahan, dan lisan yang terus menguntai doa. Rindu yang hampir menuju titik pangkal, kelak akan merengkuh sang pemiliknya pada waktu yang di tepat menuju keabadian.
Read more >>

Januari 16, 2015

Terlalu Bahagia Mengenang

Ada yang sejenak muncul ke permukaan. Entah mengisyaratkan keberadaannya selama ini, atau hanya fatamorgana yang hanyalah ilusi. Hanya sekedar mengenang masa-masa indah yang tak lagi kudapatkan kini. Aku tak pernah menyangka tulisan-tulisan sederhana mampu menyeretku jauh lebih dalam pada angan-angan masa lalu. Bahagia rasanya, namun sakit itu terlalu mendominasi. Ya, dalam bahagia masih ada rasa sakit.

Mungkin memang kau bukan ditakdirkan untukku. Aku hanyalah sebagian percobaan dalam jalinan asmaramu sebelum kau temukan seseorang yang benar-benar mampu mengerti kamu. Pun aku. Kita hanya sama-sama mencoba mengerti arti kesetiaan. Kita pun telah membuktikannya, hanya saja setia ternyata tidak cukup tanpa rasa percaya. Dalam segala kekuranganku, maafkan aku yang masih berbatas dalam memahami ketulusanmu. Aku masih tak mampu beradaptasi pada rencana Tuhan untuk bersama denganmu dalam beberapa saat. Tuhan sayang kamu, aku pun begitu......

Terima kasih untuk alasan senyumku setiap pagi menjelang..
Terima kasih untuk alasan ketenangan setiap malam mengakhiri hari..

Aku terlalu bahagia untuk mengenang hingga aku tak mampu menahan rasa rindu yang lama terkubur. Jujur saja, sebagian rindu itu masih milikmu. Pemeran itu masih (terkadang) milikmu. Namun, ya.. meski tak sepenuhnya.

Jadilah pribadi yang semakin baik di mata orang lain, seperti saat aku mengenalmu dalam rasa sungkan.
Tetaplah menjadi sosok penebar kenyamanan bagi siapapun, seperti kala kita bercengkrama bersama yang lain..
Teruslah menjadi orang yang membahagiakan siapapun, seperti aku yang selalu bahagia akan kebaikan apapun yang kau ukir selama hidupmu di hidupku
Read more >>