April 30, 2014

Tidak Ada yang Salah dari Waktu

Sulitnya bercengkrama bersama layaknya di masa lalu. Bersenda gurau melibatkan waktu di antara kita. Saling merebahkan asa hingga melebur bersama kemilau senja yang mempesona. Mulai dari bertukar kata, hingga (hampir) bertukar rasa. Sayang, hatiku membungkam tak berdaya.

Bukan salahku yang diam kala rasamu mencuat tak terkendali. Bukan salahmu pula yang tak bertahan dengan kediamanmu. Tak ada yang salah juga dari kita. Pun soal waktu. Dia terlalu berharga untuk dipersalahkan. Toh aku dan kamu sama-sama butuh waktu untuk segala hal tentang kita, kan?

Karena waktu selalu punya kuasa untuk menjawab. Kau akan selalu butuh dia saat lisanmu terpenjara olehnya. Kau akan memohon padanya untuk berputar ke masa lalu saat kau mau. Kau pun akan memintamu menyeret masa-masa indah yang terbesit dalam benakmu. Suka tidak suka, kau akan selalu berhubungan dengan waktu, kapanpun itu. Karena waktu selalu berkuasa dalam setiap cerita

Aku ingin kita bicara saat hati lelah untuk bertahan. Aku ingin kau dengar apa yang terbesit di dalamnya. Aku ingin kau merasa, merasa sesuatu yang mungkin kau sendiri takkan paham arahnya kemana. Karena semua begitu sulit diungkapkan akibat kepenatan yang tak bisa menguap. Karena kita butuh waktu, untuk mengantarkan kita duduk berdua dan saling bertukar hati.

Tidak ada yang salah dari waktu. Dia berharga, maka aku tak ingin melepaskannya. Dia mempesona, maka aku akan terus memintanya untuk tetap bersamaku. Dia menyenangkan, karena dia pula yang membawamu hadir di sisiku kala itu.

Tidak ada yang salah dari waktu. Hargai dia dengan caranya sendiri. Toh rasa bahagia yang selama ini menjadi selimut kehidupan kita adalah karenanya, kan?
Read more >>

April 11, 2014

Pantaskah Berbagi Hati?

Benci. Aku benci rasa ini. Rasa yang menikam pahit. Melukai tak hanya aku, namun juga dirinya, dan siapapun itu...

Siapa yang bisa mengerti apa keinginan hati? Rasa butuh akan sosok penikmat rindu yang kadang bermunculan tanpa pernah kumau. Entah butuh, atau sekedar merindu merasakan hal itu. Ah, bicara tentang hati memang takkan pernah ada habisnya. Menyenangkan memang, tapi jika kau tak hati-hati, kau bisa saja menikam dirimu sendiri tanpa kau sadari. Tak percaya? Itu terjadi padaku.

Memiliki tidak selamanya menjadikanmu bahagia sepenuhnya. Mencintai dia yang kini ada di sampingmu takkan semulus yang dibayangkan jika kau tak terpaut sepenuhnya. Kau bisa saja mengelak hingga memaksa. Sekuat mungkin pula rasa itu bisa pudar tak tersisa. Masih tak percaya? Awalnya aku pun tidak. Semakin lama aku menyadari, ada bagian dari rasaku yang hilang meski kutemukan penikmat cinta. Sekedar penikmat cinta, bukan penikmat rindu.

Aku jatuh dalam lubang yang kubuat sendiri. Mengizinkanmu masuk ke dalam hidupku dan membiarkanmu menari bersamaku. Tarian indah kah, atau justru pertanda kesedihan. Aku membiarkanmu memilikiku dengan apa adanya aku. Kubiarkan kamu terlelap dalam kata yang kurangkai sedemikian rupa hingga tak kusadari, aku terlalu jauh melangkah. Aku tak paham bagaimana ini terjadi. Membiarkanmu tetap bersamaku kala hatiku terbagi bukan hanya untukmu.

Ini semacam rasa yang penuh dusta. Bahagia di permukaan, namun menyimpan luka terdalam. Seduhan rayuan tersingkirkan oleh kekuatan kesungguhan. Kata singkat memenangkan kalimat panjang penuh makna. Dan dia, sedikit terabaikan hanya sosok tak jelas yang hadir tiba-tiba. Bagaimana bisa? Bukankah Tuhan memberiku dia dengan segala kebaikannya? Mengapa aku seakan buta untuknya dan terlalu membuka mata untuk yang lain?

Mencintaimu adalah suatu hal yang tak pernah kuduga. Rasanya begitu saja, meski takkan pernah ada kata yang berani mencuat. Menepuk hariku perlahan dan membiarkannya ada. Memercik air di dulang, aku akan kena batunya. Membiarkan rasa ini ada untukmu, namun aku masih menjadi miliknya. Rasa apa ini, Tuhan?

Bukan maksud bermain hati, aku hanya mencoba jujur pada hatiku. Mempermainkan hatinya hanya demi mengagumimu adalah satu tindakan terbodoh yang tengah kubuat. Hanya demi kamu, sosok yang belum tentu menginginkanku. Saling bertukar kata pun hanya sekedar, apalagi menikmati pesonamu dalam radar dekat. Tidak akan mungkin. Belum tentu pula kau akan berkorban rasa seperti apa yang kulakukan untukmu, kan?

---Teruntuk kamu, penyita waktu---
Apa rasanya menjadi pemilik rinduku, hai orang baru? Siapa kamu? Sosok bermuka dua yang menarik rinduku, sekaligus pemicu belenggu hidupku dengannya? Melukai dia hanya untuk kesenanganku. Menyelinap dalam hatiku yang jelas-jelas terjaga olehnya. Mencekik pikiranku hanya untuk sekedar tahu lebih jauh tentangmu. Mengorbankan perasaannya hanya demi berusaha memahamimu. Siapa kamu yang membuatku rela menyita waktuku demi memikirkan imajinasi indah bersamamu? Bukankah belum tentu kau begitu? Berkorban ikatan hanya untuk ketidakjelasan. Bodoh, begitu?

---Teruntuk kamu, sosok tulusku---
Bukan mauku, sayang. Salahkan hatiku yang maruk tak cukup hanya ada kamu. Aku terlalu menjaga hingga aku tak ingin kau terluka. Justru menyembunyikan hanya akan semakin melukaimu. Membunuh rasamu perlahan, aku tahu itu. Maafkan aku yang telah mencabik rasamu. Ampuni aku yang menyekap hatiku agar kamu tak tahu. Merindumu, tapi tak sepenuhnya begitu. Entah mengapa waktu membiarkanku begitu. Akankah suatu saat kau mengerti saat kita berpindah posisi? Apa aku bisa sekuat pertahananmu jika aku di tempatmu?

Bermain dengan hati tentu akan menyakiti dan tersakiti. Kelak akan ada yang terluka di ujung cerita. Entah aku, kamu, namun tidak mungkin untuk sang penyita waktu.



Karena pemilik hati kadang terkalahkan oleh sang penikmat rindu
Read more >>

April 09, 2014

Membalas Malam

Malam masih menyimpan kesedihannya. Setelah seharian menangis tanpa mempedulikan seisi dunia basah bahkan ikut bersedih. Siapa sangka hujan menyimpan banyak rasa yang tak diungkap kata. Awan masih berkumpul di satu titik, mencoba menahan ledakan yang bisa saja ia tumpahkan kapan saja. Tapi lihatlah, mereka kadang kuat, kadang lemah selemah-lemahnya. Bintang pun berkedip lesu seolah kehilangan sasaran kegenitannya. Pun bulan, tetap bercahaya meski kutahu ia menyimpan tanya.

Rasa apa yang selalu goyah ini? Entah cerah, entah mendung. Kadang bahagia, kadang dirundung masamnya pilu. Silih berganti menyeringai hari. Apa ini akibat dari keingkaran hati? Berlumur dusta meski kuharap baik adanya. Aku tahu, tidak semua dusta itu buruk atau baik. Sekali dusta, bisa saja ia akan membunuhmu perlahan bak bumerang kehidupan. Masihkah kau akan bertahan dengan kebohongan itu?

Aku pernah bercerita pada hujan. Ia takkan pernah menjawab, aku tahu itu. Tapi aku tahu, ia tidak bisu. Apa hanya aku yang pernah bermain pikiran dengannya? Kita pernah menari, berdendang, hingga terluka bersama. Aroma kesejukannya selalu bisa menghibur meski kuelakkan berulang kali. Dia membandel. Ya, demi membuatku tersenyum lagi untuknya/

Siapa bilang malam itu kejam? Kata siapa bintang itu genit? Toh kau akan kebingungan jika tak ada malam. Tersengat matahari, meringis hawa yang membakar, atau akan berlari mencari perlindungan. Kau pasti butuh malam yang mampu meredam. Kau akan butuh bintang yang genit itu. Kau butuh candanya, kau butuh tawanya, kau butuh ceritanya. Kau juga butuh bulan untuk sinar yang meneduhkan. Malam tidak selalu kelam, bukan?

Kebisuan itu tak selalu menakutkan. Mereka menyimpan banyak kerinduan yang tak bisa diungkapkan. Aku pun begitu, sepertinya. Diamku menyimpan seribu bahasa yang kuharap mampu kau terjemahkan. Bantu aku menetralisir rasa. Hadirlah dalam hujan, menarilah bersamanya. Balaslah kedipan bintang yang mengajakmu bicara. Senyumlah pada dewi malam yang menginginkannya.

Dari keseluruhan, balaslah aku...
Read more >>

April 08, 2014

Pemancing Rindu

Pernah ada kita di masa lampau. Yang dulu jadi satu kini melebur tanpa pernah kumau. Masih dengan kamu, namun tidak bersamaku. Tentu, kamu bersamanya. Aku? Masih berdiam tanpa berhasrat mencari penggantimu. Jangan tanya kabarku, masa laluku. Aku akan selalu baik-baik saja meski kail ini masih tertancap apik di hatiku. Aku masih berharap suatu saat kail itu akan kau tarik hingga aku bisa ada di dekatmu lagi. Jika tidak, kail ini akan terus melukaiku. Entah merajamku dengan kejam, atau menikamku perlahan tak tertahan.

Aku berharap kau bisa sendiri lagi. Bukan, bukan maksudku mendoakanmu berpisah seperti kita waktu itu. Sepahit apapun ini, sekejam apapun kamu, seperih apapun luka yang ada, aku takkan pernah bisa berhenti mendoakan senyum lugumu itu. Sejahat apapun kamu, tetap saja hatiku meluruh kala menarik namamu dalam ingatanku. Sesederhana itu, namun serumit itu pula prosesku melupakanmu.

Kadang aku takut melangkah. Bisa saja kau kembali saat kutemukan penggantimu kelak, kan? Sampai kapan aku bertingkah bodoh, menunggu menggenggam angin yang kulihat pun tak mampu. Sampai mana batas akhir aku lelah dan berhenti menunggu?

Masa lalu dan masa depan adalah kedua masa yang takkan pernah bersatu. Hidup dalam ketergantungan tentu tidak akan membuatnya bersatu. Panggil aku sewaktu-waktu kau mau. Entah saat aku masih mengharapmu, atau telah berlalu dan menemui yang baru.

Selamat menentukan pilihan, wahai sang pemancing rindu.
Read more >>

Apa Lagi?

Spasi itu mulai berjajar. Ingin rasanya kuhapus satu-satu demi merekatkan yang mulai berjauhan. Kita butuh alternatif lain, mungkin. Kita tak bisa membalikkan apa yang sudah terjadi. Pandanganku mulai miring. Ah, sudahlah. Asal jangan hatiku saja. Apa lagi?

Firasatku terlanjur menggarisbawahi irama penting yang mulai berlagu. Ya, tentang kamu. Apa lagi?

Cintaku menebal, setebal bongkahan permata di pegunungan. Aku coba mendaki, menunggumu di puncak harapan. Kurelakan kau memilih semua yang kau mau. Namun tidak untuk kata akhir.



Aku, yang menunggumu kembali ke tempat asalmu, hatiku.
Read more >>

April 07, 2014

Jangan Salahkan Waktu

Adakah kerelaan dalam melepaskan? Bukan dayaku untuk bersedih karena tak ada kepemilikan di sana. Aku hanya merasa kita tak tahu harus mengarah kemana. Kau, yang tiba-tiba pergi dari pandangan, kini tiba-tiba datang dan hampir merangkul harapan. Bukankah kita sama-sama tahu bahwa kita sama-sama mencari tahu? Lantas, jika aku tak mampu, kau akan berlalu?

Semampunya, seadanya berlalu. Membiarkan aku terjebak dalam permainan dunia yang kubuat sendiri. Setega itulah kamu bermain sesukamu. Padahal kau tahu, aku tak suka dengan yang semu. Kau masih menyandang ragu di anganmu, karena itu aku hanya angin lalu. Sekedar angin lalu.

Mengapa tidak hanya waktu yang berlalu? Bukanlah waktu pula yang membuat kita beradu dan saling mengadu rindu? Apa rindu itu hanya sebatas ungkapan bisu yang takkan pernah kutahu?

Auramu tersekat di sini. Kilaumu terperangkap di sini. Semua melebur hingga menyatu dalam kecepatan aliran darahku. Kau terus bergulir, seperti waktu yang membuatmu bergilir menuju keegoisanmu.

Jangan salahkan waktu. Hanya kita yang selalu rela dipermainkan waktu.

Read more >>

April 03, 2014

Selalu Kamu

Jalan yang kubuat tak selamanya mengarahkanku. Bahkan kadang menyesatkan dan menyakitkan muaranya. Tetap saja, dalam setiap kesalahan, mataku terpaku pada satu titik yang tak bisa lepas. Kamu

Sandungan yang ditebarkan ke segala arah tak membuatku pantang arah. Aku bisa marah, tapi aku tak bisa berubah. Ada kamu dalam setiap detik kebencian.

Cahaya yang menyeruak masuk tanpa permisi menghamparkan pandangan kosong. Secepat itu pula, kamu merasuk dalam setiap rongga kosong dalam otakku. Tanpa permisi, bak pencuri ulung yang tak mampu kucegah.

Dalam mimpi yang tak bertepi, sekilas tampak bayang yang kukenali. Menyelinap dalam ruang semunya, sosok pemeran utama hadir tak bertahan lama. Siapa lagi kalau bukan kamu?

Lelah kah aku dengan kamu? Kurasa tidak
Read more >>

April 02, 2014

Bertahan dengan Palsu

Seperti ombak yang pasang surut dengan runtut, seperti itu pula kamu membawaku dalam masamu. Kamu yang sempat membuatku berpikir kamu tak lagi sama, ternyata kamu tak beda dari kamu yang ada.

Perlu kucari makna tersembunyi dari senyum simpul yang kau banggakan. Sementara kah? Ada apa di balik senjata candamu itu? Palsu kah?

Ternyata tidak ada yang namanya kepalsuan, hanya aku yang salah mengartikan rasaku. Sebelum kau lukai aku, aku pun tahu kau pasti begitu. Tanpa kau sadar, aku jauh lebih peka dari yang kau kira.

Masihkah kau akan bertahan dengan palsumu itu?
Read more >>