Oktober 28, 2014

Sayatan yang Menyenangkan

Gelagat tubuhmu selalu berkicau. Mengundangku untuk mencari keberadaanmu dengan radar seadanya. Tingkah lugumu membuatku bisu, entah lagu apa yang harus kudendangkan untuk membuatmu tahu. Derita hati tak berkesudahan toh tak membuatmu berpaling, bahwa selalu ada mentari kecil yang berusaha menyinarimu di titik terendah sekalipun. Kegelisahanmu mengiris hati. Jika saja kau izinkan aku membalut gundah yang menyelimutimu dengan tidak sopan itu, tentu tanpa kau minta pun akan kulakukan. Namun waktu masih membentangkan tembok besar di antara kita. Hanya ada telinga yang siap mendengar sekaligus hati yang memahami. Adakah yang mampu memahami dengan sepenuh hati layaknya aku, sayang?

Semoga kau hanya jenuh dengan hitam putih kehidupan. Mungkin kau memang perlu sentuhan warna lain, jika kau berani. Mungkin juga kau terlalu takut akan pecutan prinsip yang menghantui langkahmu. Aku mengerti.Aku tidak memaksamu untuk keluar dari jalur yang kau bangun mati-matian. Tapi tak ada kata tunggu dari benakku (lagi). Patahan itu masih di tempatnya, tidak berubah, dan tetap di sana entah sampai kapan. Aku hanya tergores sedikit dalam. Tanpa kau sadari, kau gali luka di tempat yang sama hingga menjadi penyakit yang menjalar ke sekujur tubuhku. Ya, kerusakan syaraf yang tak mampu menahan radar keberadaanmu dari jarak sekian ratus meter dariku. Dahsyatnya luka ini, sayatan yang menyenangkan sekaligus menyakitkan.

Kau boleh jadikan aku pelampiasan keraguanmu kapan saja. Karena aku tahu bahwa menjadi kertas cerita adalah kesucian yang melegakan. Pakai saja pena kepercayaanmu sesuka hati jika itu mampu menjadikanmu tahu bahwa selalu ada keikhlasan jika kau membuka matamu seluas-luasnya. Meski entah seberapa banyak butiran yang membasahi hari-hariku, aku selalu berusaha memahami keluguanmu tentang cinta. Cinta tidak selamanya bertahan dalam kesulitan. Keduanya butuh berjuang mempertahankan waktu, bukan berjuang sendirian tanpa yang lainnya tahu.

Tak lagi menjamahmu seperti masa itu, aku masih berlari kecil meski masih mengintip spion kehidupan. Lihat saja jika pengulangan masa terjadi di waktu mendatang. Akankah kau ingat dan sedikit merasa akan perjuangan yang telah kita tinggalkan?
Read more >>

Oktober 14, 2014

Kembali Merasa

Hati itu mulai kembali merasa
Penikmat angan kembali pulang
Waktu indah kembali menyapa
Ah... Rindu itu mulai berdatangan

Hanya sebatas menatap dalam jarak
Radar beku mulai melebur jadi satu
Menelisik jejak yang mulai bermunculan
Menarik jendela untuk terus terbuka

Siapa kamu, wahai sosok pembuka hari?
Satu katamu terlanjur menancap di sini
Sentuhan ajaibmu terlalu melekat
Seakan tak berdaya aku dibuatnya

Bolehkah aku sekedar tahu
Hendak apa gerangan dirimu
Sudikah waktu memberi restu
Dua hati yang hendak menyatu
Read more >>

Takdir Ini Indah

Aku hanya punya kata yang kurangkai seadanya. Aku tak punya suara yang mampu kukerahkan apa adanya. Sulit berucap demi menjaga perasaan. Kamu adalah bunga yang kuharap jadi nyata. Tak sekedar indah, namun juga menawan sekaligus menahan. Menahan pandanganku untuk tetap tertuju padamu. Kamu adalah ketidakpercayaanku atas kenyataan. Takdir ini begitu indah menyapa. Hampir saja aku putus asa hingga buta arah, tapi perlahan kau angkat aku dengan ketidaktahuanmu. Tentu saja, kau takkan pernah tahu bahwa cerita ini mulai dirajut oleh semesta.

Aku mencoba bercerita pada alam. Aku sudah tak lagi percaya pada manusia yang kerapkali berakar dalam berbicara. Alam sungguh jujur, aku menyukainya. Mungkin lain waktu kita bisa duduk berdua di tengah kepungan alam yang menerima dengan suka cita. Kita akan leluasa bertukar kata, mungkin saja hingga ikut bertukar rasa. Andai saja tidak ada abu-abu, mungkin aku akan kelewat lega dan tak khawatir dengan kepergianmu suatu saat nanti.

Perjalananmu sungguh menyita perhatianku. Semoga kau ingat percakapan singkat kita kala itu. Satu kata sejuta makna, nyatanya. Jika ada waktu, bolehkah aku sekedar mengucap kata sapa untukmu? Atau memberiku kesempatan untuk mengundang lengkung indah di bibirmu? Duduklah sejenak agar mereka tahu. Dunia bisa sekejap indah hanya dengan satu kata saja. Senyuman
Read more >>

Oktober 08, 2014

Pantaskah untuk Dikenang?

Seandainya kau ada di sini denganku
Mungkin aku tak pernah tahu apa arti kesepian
Andai saja waktu tak memberikan spasi miliknya
Mungkin aku tak pernah tahu apa rasanya menatap dari kejauhan

Adakah rindu ini berbalas?
Sanggupkah aku bertahan dalam pemberhentian penantian?
Aku tak pernah meminta cinta ini menemukan kepingannya yang hilang
Karena aku tahu, belum tentu kau si pemilik serpihan itu

Terkadang, aku ingin bersamamu, lagi
Membelah kejamnya angin malam, membalap jejeran lampu-lampu taman
Menatap langit yang sama tanpa jarak yang berarti
Mengucap kisah yang sama-sama hanya kita yang tahu

Dusta ini terlanjur meraung, maafkan aku
Mereka bilang, kau hanyalah fatamorgana yang selalu kuharap ada
Aku menangguk pasrah, aku tahu mereka benar
Karena kau tak pernah mencari kenangan yang sengaja tertiup angin

atau mungkin.....
Memang tak pernah ada yang pantas untuk dikenang?
Read more >>

Kuat adalah Harga Mati!

Ketika kamu berjuang, kamu akan berkorban dalam waktu yang sama. Kamu tidak akan punya waktu untuk memikirkan apa kata orang di luar sana. Yang kau tahu hanyalah berdiri dengan tegak dan percaya kisah panjang ini akan berakhir bahagia.

Tidak mudah menyerahkan kata sabar di sepanjang perjalanan. Akan ada kerikil yang siap menghujam kala ketakutan itu datang lagi. Ya, berjuang memang tidak pernah mudah.

Berkembang sendirian layaknya bunga di tepi jalan juga sama. Menunggu hanya akan membuang waktu yang bisa dipergunakan untuk yang lainnya. Menjadi kuat adalah harga mati! Sendiri bukan berarti terbuang dan terpaksa hidup dalam kegelapan dunia. Justru pertanda bahwa Tuhan ingin kau belajar, hidup tidak pernah berjalan dengan mudah.
Read more >>

September 24, 2014

Kejujuran Itu Masih Bungkam

Semua orang bisa mendengar, namun tidak semuanya bisa memahami. Sebagiannya hanya sekedar ingin tahu, bukan untuk peduli dan membantu. Aku pun bisa merasa bahwa cerita bisa saja hanya sekedar sekelibat angin yang bahkan tak terlintas di benakmu sekalipun. Silakan kau tanyakan pada yang lain, pun benakmu itu sendiri, adakah keterpaksaan di sana? 

Kerap mengundang kisah yang terkadang harus kau paksa untuk diutarakan, aku bisa apa? Kau selalu tahu bahwa aku alergi dengan kata 'tidak'. Tahukah setelahnya kau selalu menancapkan penyesalan mendalam di benakku? Untuk apa kau paksa aku berbagi jika kau tak ingin menerimanya?

Tuhan sangat menyayangimu, kawan. Sekalipun aku tak bisa menumpahkan kekesalan yang kupupuk perlahan. Mereka hanya bisa menguap seadanya, berusaha membaur agar tak ada lagi yang patut dicambuk ke arahmu saat itu. Aku tak ingin kau terpapar kepulan asap negatif yang kau racik sendiri.

Aku tahu kita sama-sama tahu itu. Kau memandang dan aku merasa. Meski sejalan, toh berujung dengan bungkam dan hidup dalam kepura-puraan pada akhirnya. Keterbukaan itu masih terkunci rapat. Entah kapan akan terbuka dengan bebas, tanpa sekat-sekat yang mencekat. Kejujuran itu masih bungkam, biarkan saja.

Semua orang selalu punya sisi tertutup. Hanya kau dan kejujuran pada hatimu sendiri yang tahu. Semua berhak akan itu, pun aku. Semoga ini tak meledak dan membakar dirimu sendiri suatu saat nanti
Read more >>

September 18, 2014

Kembalikan Penyamun Licik

Bersyukur dengan adanya kedua mata yang mampu melihat dunia dengan begitu jelas. Dunia yang tak jarang membuatku lupa bahwa aku masih punya hati. Masih saja bisa buta, atau mungkin aku terlalu naif untuk mengakui. Itulah mengapa Tuhan memberikan penglihatan yang paling jitu dalam melihat dunia. Ya, mata hati.

Mencoba melihat sebatas mata. Begitu saja telah membuatku perih hampir tak bertepi. Mencoba menelusuri secara bersamaan. Ya, ada hela napas kelegaan setelahnya. Kita butuh dua sisi mata agar kita menyadari bahwa sakit itu datang bersama kebahagiaan.

Lihat mata ini, sayang. Kau kan temukan duniamu di sana. Ada cerita yang tak pernah kau tahu, yang terus berteriak untuk kau sapa. Tak ada formula yang mampu menafsirkannya. Karena hanya kau, hanya kau yang punya daya hebat yang bisa menelusup meski tanpa permisi.

Begitu saja kututup pintu ini untuk para penyamun licik. Siapa lagi penyamun itu bila bukan kau?
Ya, kau terlalu licik untuk menjerat harta berharga itu dan merampasnya begitu saja. Penyamun itu harus segera kembali untuk mempertanggungjawabkannya.





ya... Kembalikan dan kembalilah
Read more >>

Berusaha Mencoba

Aku akan selalu mencoba
Mencoba menutup mata dari yang bukan seharusnya kupaksa melihat
Aku akan selalu mencoba
Mencoba berdiam untuk yang bukan dikomentari

Aku akan terus berusaha
Untuk menahan apa yang tak seharusnya diutarakan
Aku akan terus berusaha
Untuk menunjukkan apa yang tak seharusnya diperlihatkan

Berusaha mencoba
Melepaskan yang tak semestinya dijerat
Berusaha mencoba
Membiarkan berjalan apa adanya tanpa dipeluk skenario paksaan
Read more >>

September 10, 2014

Butuh Teman Hidup

Kata...


Kutahu kau lelah dengan sikap ganasku yang membolak-balikkan dirimu tanpa henti. Ataukah sudah saatnya kuhadirkan teman hidup untukmu sebagai pengganti diriku?
Suara.. Misalnya

Tidak ada yang tak punya titik jenuh, sayang. Ya, termasuk kamu dan aku.
Rongga otakku seakan mengempis, tak tega mengulikmu seperti ini.
Kuberikan kau ruang di dalamnya agar kau bebas berkembang.

Bicara soal teman hidup, mungkin kau masuk dalam kriteria yang kucari. Kau selalu di sana saat aku tak punya daya untuk bersuara. Aku butuh kau yang mampu menetralisir rasa yang hambar. Kau selalu tahu makna dibalik perjalanan yang hilang arah. Kau selalu di sana, ada saat aku pun tak tahu harus seperti apa.

Kuberikan kau satu suara yang kusimpan rapat-rapat. Kau lebih butuh itu, kutahu. Aku ingin kau ikut bicara agar kita saling memberi makna bahwa dunia butuh nada pengungkap semuanya. Kita perlu bicara dengan suara, bukan hanya kata yang disalurkan via kehampaan. Agar tak ada lagi kehampaan, hingga bercabang makna. Kau pasti lelah dengan rasa yang hambar, bukan?

Jadikan ia teman hidup. Kata takkan betah terlalu lama hidup dalam hambarnya rasa.


Hati selalu butuh suara untuk bicara, bukan hanya menjadi pengecut yang bersembunyi di balik rangkaian kata.
Read more >>

Agustus 08, 2014

(Semoga) Hanya Sekedarnya

Kebersamaan yang pernah terjalin pada satu waktu memang menyenangkan. Bersyukurlah jika ia masih mendekap kita rapat-rapat. Waktu memang baik, ya. Mempertemukan apa yang dijauhkan, menyatukan apa yang dipisahkan.

Kadang aku takut akan sebuah pertemuan. Bukan karena bisa membawa dua kemungkinan, entah kebahagiaan atau kesakitan. Aku takut dia akan menyeretmu pada sesuatu yang tidak sebenarnya ada. Mungkin kita pernah terpikirkan satu sama lain, namun hanya sekilas tampak, bukan? Apa perlu kita saling menutup untuk meniadakan apa yang sebenarnya ada?

Semoga apa yang aku (mencoba) lihat dan baca itu salah. Ya, semoga. Semoga saja kau tetap berada di jalurmu sendiri. Ah, ya. Kamu memang selalu ada di jalurmu sendiri. Begitupun aku. Aku bahagia dengan jalanku sendiri dan telah terlepas dari belenggu kegelisahan yang kerapkali datang.

Tenanglah. Aku tak seperti dulu saat aku mengenalmu lebih jauh. Aku berbeda dengan aku yang mencoba menyeretmu masuk ke dalam kisah yang kucoba rajut bersamamu. Aku bahagia dengan keputusanku. Aku bahagia dengan sikap diammu yang meneriakkan segalanya. Terlalu jelas kurasakan. Kau tak perlu berdecak heran atau menganggapku wanita sok tahu yang tak benar-benar tahu. Ya memang, aku tak tahu namun aku hanya merasa. Tidak salah, kan?

Tidak ada lagi celah yang kucoba masuki dengan paksa. Semua yang terjadi memang hanya sekedarnya, tak ada lagi puncak yang sedang kucoba raih darimu. Aku membiarkanmu berada di padang yang luas untuk bersenang-senang dengan apa yang kau sukai. Berlarilah sejauh kau mau. Kejarlah apa yang kau inginkan. Percayalah, kita tidak sedang mengejar hal yang sama. Ya kecuali jika Tuhan berkehendak lain. Ya, hanya jika kecuali.

Selamat mencari jalan kebahagiaan, sahabat. Ah, sahabat? Tentu saja, aku pernah mengatakan bahwa kau menjadi sahabatku. Apa kau ingat? Tidak masalah jika jawabanmu tak sesuai dengan yang kuharapkan. Bisa saja pernyataanmu di masa lalu itu hanya spontanitas yang tak kau maknai dalam-dalam, kan? Baiklah, aku paham.

Selamat mencari muara dalam perjalananmu. Teruslah mencari dengan keteguhan hatimu.
Sampai bertemu di akhir perjalanan.
Read more >>

Juli 22, 2014

Tentang Dia yang Pernah Menjadi Milik Orang Lain

Satu masa dalam kebersamaan pernah berpisah sebelumnya. Apa yang dipertemukan pasti pernah tak saling kenal di awal. Semula yang bukan apa-apa bisa saja menjadi sesuatu yang tak terlupa. Kau takkan pernah bisa menjadikan ia hak milikmu, meski kini dia tepat di sampingmu dan memelukmu dengan hangat. Mungkin kau memang memiliki hatinya, tapi apakah bisa kau jadikan itu sebagai senjata untuk mengekang?

Waktu yang Tuhan berikan tak selamanya milikmu, sayang. Begitupun dengan pria yang kini mengukir senyum abadi dalam jiwamu. Wajar saja jika kau akan selalu berteman dengan rasa cemburu. Dia akan menggelitik kegundahanmu kala lelaki pujaan itu mengingat masa bahagia akan masa lalunya. Tentu saja, masa lalu takkan pernah hilang. Begitupun denganmu, bukan? Kau tak perlu bertanya, sayang. Lelaki pujaanmu itu pernah bahagia juga sebelumnya. Bukankah hal wajar jika kita tersenyum akan ingatan yang indah?

Pria pengukir senyum di bibirmu juga pernah ada di samping wanita sebelum kamu. Mengapa kau masih saja iri jika ia bertemu dengan masa lalunya? Bukankah kau juga bisa bertemu dengan pria sebelum dirinya yang juga pernah menyandingmu di masa lalu? Kau hanya butuh rasa percaya bahwa masa lalu ditempatkan bukan di masa kini maupun masa depan.

Sosok penyayang yang menyelipkan namamu dalam doanya itu juga pernah melakukan hal yang sama pada orang lain sebelum kamu, dear. Mengucap yang terbaik bagi yang dikasihinya menjadi rutinitas pada masanya. Kau juga kan? Apa perlu masih ada kecemburuan doa yang kini doanya menjadi milikmu?

Sesuatu terjadi ada pada masanya. Kau hanya butuh percaya pada masa depan yang kini kau genggam bersama. Masa lalu priamu serupa dengan masa lalumu. Semua tidak terjadi pada detik ini. Orang yang kau cintai memang pernah mencintai oraang lain, namun cukuplah menjadi pegangan dalam mencintainya. Orang yang kau sayangi tentu saja pernah menyayangi wanita sebelum kamu. Jangan jadikan ia bom waktu, cukuplah hanya sebatas tahu sama tahu bahwa rasa sayang bisa menjadikan kita menemukan orang yang lebih tepat. Ya, kamu yang kini bersanding dengannya. Orang yang kamu kasihi memang pernah mengasihi wanita lain sebelum kamu, namun kasih itu menjadi milikmu kini.

Kita hanya perlu percaya. Orang yang kini di sampingmu memang pernah ada di samping orang lain. Semua ada masanya. Kita hanya butuh percaya bahwa masa lalu cukup dijadikan kenangan, bukan untuk pantangan masa depan.
Read more >>

April 30, 2014

Tidak Ada yang Salah dari Waktu

Sulitnya bercengkrama bersama layaknya di masa lalu. Bersenda gurau melibatkan waktu di antara kita. Saling merebahkan asa hingga melebur bersama kemilau senja yang mempesona. Mulai dari bertukar kata, hingga (hampir) bertukar rasa. Sayang, hatiku membungkam tak berdaya.

Bukan salahku yang diam kala rasamu mencuat tak terkendali. Bukan salahmu pula yang tak bertahan dengan kediamanmu. Tak ada yang salah juga dari kita. Pun soal waktu. Dia terlalu berharga untuk dipersalahkan. Toh aku dan kamu sama-sama butuh waktu untuk segala hal tentang kita, kan?

Karena waktu selalu punya kuasa untuk menjawab. Kau akan selalu butuh dia saat lisanmu terpenjara olehnya. Kau akan memohon padanya untuk berputar ke masa lalu saat kau mau. Kau pun akan memintamu menyeret masa-masa indah yang terbesit dalam benakmu. Suka tidak suka, kau akan selalu berhubungan dengan waktu, kapanpun itu. Karena waktu selalu berkuasa dalam setiap cerita

Aku ingin kita bicara saat hati lelah untuk bertahan. Aku ingin kau dengar apa yang terbesit di dalamnya. Aku ingin kau merasa, merasa sesuatu yang mungkin kau sendiri takkan paham arahnya kemana. Karena semua begitu sulit diungkapkan akibat kepenatan yang tak bisa menguap. Karena kita butuh waktu, untuk mengantarkan kita duduk berdua dan saling bertukar hati.

Tidak ada yang salah dari waktu. Dia berharga, maka aku tak ingin melepaskannya. Dia mempesona, maka aku akan terus memintanya untuk tetap bersamaku. Dia menyenangkan, karena dia pula yang membawamu hadir di sisiku kala itu.

Tidak ada yang salah dari waktu. Hargai dia dengan caranya sendiri. Toh rasa bahagia yang selama ini menjadi selimut kehidupan kita adalah karenanya, kan?
Read more >>

April 11, 2014

Pantaskah Berbagi Hati?

Benci. Aku benci rasa ini. Rasa yang menikam pahit. Melukai tak hanya aku, namun juga dirinya, dan siapapun itu...

Siapa yang bisa mengerti apa keinginan hati? Rasa butuh akan sosok penikmat rindu yang kadang bermunculan tanpa pernah kumau. Entah butuh, atau sekedar merindu merasakan hal itu. Ah, bicara tentang hati memang takkan pernah ada habisnya. Menyenangkan memang, tapi jika kau tak hati-hati, kau bisa saja menikam dirimu sendiri tanpa kau sadari. Tak percaya? Itu terjadi padaku.

Memiliki tidak selamanya menjadikanmu bahagia sepenuhnya. Mencintai dia yang kini ada di sampingmu takkan semulus yang dibayangkan jika kau tak terpaut sepenuhnya. Kau bisa saja mengelak hingga memaksa. Sekuat mungkin pula rasa itu bisa pudar tak tersisa. Masih tak percaya? Awalnya aku pun tidak. Semakin lama aku menyadari, ada bagian dari rasaku yang hilang meski kutemukan penikmat cinta. Sekedar penikmat cinta, bukan penikmat rindu.

Aku jatuh dalam lubang yang kubuat sendiri. Mengizinkanmu masuk ke dalam hidupku dan membiarkanmu menari bersamaku. Tarian indah kah, atau justru pertanda kesedihan. Aku membiarkanmu memilikiku dengan apa adanya aku. Kubiarkan kamu terlelap dalam kata yang kurangkai sedemikian rupa hingga tak kusadari, aku terlalu jauh melangkah. Aku tak paham bagaimana ini terjadi. Membiarkanmu tetap bersamaku kala hatiku terbagi bukan hanya untukmu.

Ini semacam rasa yang penuh dusta. Bahagia di permukaan, namun menyimpan luka terdalam. Seduhan rayuan tersingkirkan oleh kekuatan kesungguhan. Kata singkat memenangkan kalimat panjang penuh makna. Dan dia, sedikit terabaikan hanya sosok tak jelas yang hadir tiba-tiba. Bagaimana bisa? Bukankah Tuhan memberiku dia dengan segala kebaikannya? Mengapa aku seakan buta untuknya dan terlalu membuka mata untuk yang lain?

Mencintaimu adalah suatu hal yang tak pernah kuduga. Rasanya begitu saja, meski takkan pernah ada kata yang berani mencuat. Menepuk hariku perlahan dan membiarkannya ada. Memercik air di dulang, aku akan kena batunya. Membiarkan rasa ini ada untukmu, namun aku masih menjadi miliknya. Rasa apa ini, Tuhan?

Bukan maksud bermain hati, aku hanya mencoba jujur pada hatiku. Mempermainkan hatinya hanya demi mengagumimu adalah satu tindakan terbodoh yang tengah kubuat. Hanya demi kamu, sosok yang belum tentu menginginkanku. Saling bertukar kata pun hanya sekedar, apalagi menikmati pesonamu dalam radar dekat. Tidak akan mungkin. Belum tentu pula kau akan berkorban rasa seperti apa yang kulakukan untukmu, kan?

---Teruntuk kamu, penyita waktu---
Apa rasanya menjadi pemilik rinduku, hai orang baru? Siapa kamu? Sosok bermuka dua yang menarik rinduku, sekaligus pemicu belenggu hidupku dengannya? Melukai dia hanya untuk kesenanganku. Menyelinap dalam hatiku yang jelas-jelas terjaga olehnya. Mencekik pikiranku hanya untuk sekedar tahu lebih jauh tentangmu. Mengorbankan perasaannya hanya demi berusaha memahamimu. Siapa kamu yang membuatku rela menyita waktuku demi memikirkan imajinasi indah bersamamu? Bukankah belum tentu kau begitu? Berkorban ikatan hanya untuk ketidakjelasan. Bodoh, begitu?

---Teruntuk kamu, sosok tulusku---
Bukan mauku, sayang. Salahkan hatiku yang maruk tak cukup hanya ada kamu. Aku terlalu menjaga hingga aku tak ingin kau terluka. Justru menyembunyikan hanya akan semakin melukaimu. Membunuh rasamu perlahan, aku tahu itu. Maafkan aku yang telah mencabik rasamu. Ampuni aku yang menyekap hatiku agar kamu tak tahu. Merindumu, tapi tak sepenuhnya begitu. Entah mengapa waktu membiarkanku begitu. Akankah suatu saat kau mengerti saat kita berpindah posisi? Apa aku bisa sekuat pertahananmu jika aku di tempatmu?

Bermain dengan hati tentu akan menyakiti dan tersakiti. Kelak akan ada yang terluka di ujung cerita. Entah aku, kamu, namun tidak mungkin untuk sang penyita waktu.



Karena pemilik hati kadang terkalahkan oleh sang penikmat rindu
Read more >>

April 09, 2014

Membalas Malam

Malam masih menyimpan kesedihannya. Setelah seharian menangis tanpa mempedulikan seisi dunia basah bahkan ikut bersedih. Siapa sangka hujan menyimpan banyak rasa yang tak diungkap kata. Awan masih berkumpul di satu titik, mencoba menahan ledakan yang bisa saja ia tumpahkan kapan saja. Tapi lihatlah, mereka kadang kuat, kadang lemah selemah-lemahnya. Bintang pun berkedip lesu seolah kehilangan sasaran kegenitannya. Pun bulan, tetap bercahaya meski kutahu ia menyimpan tanya.

Rasa apa yang selalu goyah ini? Entah cerah, entah mendung. Kadang bahagia, kadang dirundung masamnya pilu. Silih berganti menyeringai hari. Apa ini akibat dari keingkaran hati? Berlumur dusta meski kuharap baik adanya. Aku tahu, tidak semua dusta itu buruk atau baik. Sekali dusta, bisa saja ia akan membunuhmu perlahan bak bumerang kehidupan. Masihkah kau akan bertahan dengan kebohongan itu?

Aku pernah bercerita pada hujan. Ia takkan pernah menjawab, aku tahu itu. Tapi aku tahu, ia tidak bisu. Apa hanya aku yang pernah bermain pikiran dengannya? Kita pernah menari, berdendang, hingga terluka bersama. Aroma kesejukannya selalu bisa menghibur meski kuelakkan berulang kali. Dia membandel. Ya, demi membuatku tersenyum lagi untuknya/

Siapa bilang malam itu kejam? Kata siapa bintang itu genit? Toh kau akan kebingungan jika tak ada malam. Tersengat matahari, meringis hawa yang membakar, atau akan berlari mencari perlindungan. Kau pasti butuh malam yang mampu meredam. Kau akan butuh bintang yang genit itu. Kau butuh candanya, kau butuh tawanya, kau butuh ceritanya. Kau juga butuh bulan untuk sinar yang meneduhkan. Malam tidak selalu kelam, bukan?

Kebisuan itu tak selalu menakutkan. Mereka menyimpan banyak kerinduan yang tak bisa diungkapkan. Aku pun begitu, sepertinya. Diamku menyimpan seribu bahasa yang kuharap mampu kau terjemahkan. Bantu aku menetralisir rasa. Hadirlah dalam hujan, menarilah bersamanya. Balaslah kedipan bintang yang mengajakmu bicara. Senyumlah pada dewi malam yang menginginkannya.

Dari keseluruhan, balaslah aku...
Read more >>

April 08, 2014

Pemancing Rindu

Pernah ada kita di masa lampau. Yang dulu jadi satu kini melebur tanpa pernah kumau. Masih dengan kamu, namun tidak bersamaku. Tentu, kamu bersamanya. Aku? Masih berdiam tanpa berhasrat mencari penggantimu. Jangan tanya kabarku, masa laluku. Aku akan selalu baik-baik saja meski kail ini masih tertancap apik di hatiku. Aku masih berharap suatu saat kail itu akan kau tarik hingga aku bisa ada di dekatmu lagi. Jika tidak, kail ini akan terus melukaiku. Entah merajamku dengan kejam, atau menikamku perlahan tak tertahan.

Aku berharap kau bisa sendiri lagi. Bukan, bukan maksudku mendoakanmu berpisah seperti kita waktu itu. Sepahit apapun ini, sekejam apapun kamu, seperih apapun luka yang ada, aku takkan pernah bisa berhenti mendoakan senyum lugumu itu. Sejahat apapun kamu, tetap saja hatiku meluruh kala menarik namamu dalam ingatanku. Sesederhana itu, namun serumit itu pula prosesku melupakanmu.

Kadang aku takut melangkah. Bisa saja kau kembali saat kutemukan penggantimu kelak, kan? Sampai kapan aku bertingkah bodoh, menunggu menggenggam angin yang kulihat pun tak mampu. Sampai mana batas akhir aku lelah dan berhenti menunggu?

Masa lalu dan masa depan adalah kedua masa yang takkan pernah bersatu. Hidup dalam ketergantungan tentu tidak akan membuatnya bersatu. Panggil aku sewaktu-waktu kau mau. Entah saat aku masih mengharapmu, atau telah berlalu dan menemui yang baru.

Selamat menentukan pilihan, wahai sang pemancing rindu.
Read more >>

Apa Lagi?

Spasi itu mulai berjajar. Ingin rasanya kuhapus satu-satu demi merekatkan yang mulai berjauhan. Kita butuh alternatif lain, mungkin. Kita tak bisa membalikkan apa yang sudah terjadi. Pandanganku mulai miring. Ah, sudahlah. Asal jangan hatiku saja. Apa lagi?

Firasatku terlanjur menggarisbawahi irama penting yang mulai berlagu. Ya, tentang kamu. Apa lagi?

Cintaku menebal, setebal bongkahan permata di pegunungan. Aku coba mendaki, menunggumu di puncak harapan. Kurelakan kau memilih semua yang kau mau. Namun tidak untuk kata akhir.



Aku, yang menunggumu kembali ke tempat asalmu, hatiku.
Read more >>

April 07, 2014

Jangan Salahkan Waktu

Adakah kerelaan dalam melepaskan? Bukan dayaku untuk bersedih karena tak ada kepemilikan di sana. Aku hanya merasa kita tak tahu harus mengarah kemana. Kau, yang tiba-tiba pergi dari pandangan, kini tiba-tiba datang dan hampir merangkul harapan. Bukankah kita sama-sama tahu bahwa kita sama-sama mencari tahu? Lantas, jika aku tak mampu, kau akan berlalu?

Semampunya, seadanya berlalu. Membiarkan aku terjebak dalam permainan dunia yang kubuat sendiri. Setega itulah kamu bermain sesukamu. Padahal kau tahu, aku tak suka dengan yang semu. Kau masih menyandang ragu di anganmu, karena itu aku hanya angin lalu. Sekedar angin lalu.

Mengapa tidak hanya waktu yang berlalu? Bukanlah waktu pula yang membuat kita beradu dan saling mengadu rindu? Apa rindu itu hanya sebatas ungkapan bisu yang takkan pernah kutahu?

Auramu tersekat di sini. Kilaumu terperangkap di sini. Semua melebur hingga menyatu dalam kecepatan aliran darahku. Kau terus bergulir, seperti waktu yang membuatmu bergilir menuju keegoisanmu.

Jangan salahkan waktu. Hanya kita yang selalu rela dipermainkan waktu.

Read more >>

April 03, 2014

Selalu Kamu

Jalan yang kubuat tak selamanya mengarahkanku. Bahkan kadang menyesatkan dan menyakitkan muaranya. Tetap saja, dalam setiap kesalahan, mataku terpaku pada satu titik yang tak bisa lepas. Kamu

Sandungan yang ditebarkan ke segala arah tak membuatku pantang arah. Aku bisa marah, tapi aku tak bisa berubah. Ada kamu dalam setiap detik kebencian.

Cahaya yang menyeruak masuk tanpa permisi menghamparkan pandangan kosong. Secepat itu pula, kamu merasuk dalam setiap rongga kosong dalam otakku. Tanpa permisi, bak pencuri ulung yang tak mampu kucegah.

Dalam mimpi yang tak bertepi, sekilas tampak bayang yang kukenali. Menyelinap dalam ruang semunya, sosok pemeran utama hadir tak bertahan lama. Siapa lagi kalau bukan kamu?

Lelah kah aku dengan kamu? Kurasa tidak
Read more >>

April 02, 2014

Bertahan dengan Palsu

Seperti ombak yang pasang surut dengan runtut, seperti itu pula kamu membawaku dalam masamu. Kamu yang sempat membuatku berpikir kamu tak lagi sama, ternyata kamu tak beda dari kamu yang ada.

Perlu kucari makna tersembunyi dari senyum simpul yang kau banggakan. Sementara kah? Ada apa di balik senjata candamu itu? Palsu kah?

Ternyata tidak ada yang namanya kepalsuan, hanya aku yang salah mengartikan rasaku. Sebelum kau lukai aku, aku pun tahu kau pasti begitu. Tanpa kau sadar, aku jauh lebih peka dari yang kau kira.

Masihkah kau akan bertahan dengan palsumu itu?
Read more >>

Februari 10, 2014

Aku Berhenti

Pabila hati terus meyakini, aku akan terus yakin. Meski kini aku berhenti menjadi aku yang dulu, yang ingin terus di dekatmu, atau sekedar melirikmu dari kejauhan. Aku berbeda, tepatnya sedikit merubah keadaan. Aku berhenti memicu jantungku yang berdegup kencang kala menangkap getar kehadiranmu di dekatku. Aku berhenti memujamu sebelum memejamkan mata kala malam semakin pekat. Aku berhenti.

Bukan dalam keterpaksaan. Dengan rela kukerahkan segala egoku hanya untuk kebebasanmu berbicara. Aku hanya menyesal pernah mendekap mulutmu hingga tak bebas berbicara. Sungguh, bukan maksudku, aku tak sengaja. Di sampingmu tak hanya membuatku gagu, tapi mencekatku hingga ternyata menarik rasamu menjauh. Maaf, mungkin kamu jenuh.

Tapi....
Satu hal yang masih terus kulakukan, yang tak bisa kuhentikan, dan mungkin menjadi satu-satunya cara mendekapmu sesuka hatiku tanpa kau tahu. Aku masih setia menatapmu dalam bayang semu, memelukmu dalam angin haru, menjadikanmu sosok yang paling setia kuucapkan dalam untainya. Kamu, selalu tak bisa berhenti membuatku menyelipkan namamu dalam desahnya. Aku masih menunggumu merasakannya. Atau bahkan kau sudah merasakannya sejak lama? Beri tahu aku, jika kau mau

Aku, yang tak pernah berhenti menyelipkanmu dalam desahnya
Read more >>

Januari 27, 2014

Mimpi akan Kembali

Lagu lama yang terkenang untuk kesekian kalinya. Memilihmu dalam hati kecilku yang terus menginginkan kamu. Bersanding denganmu kala di masa lalu, itu yang kumau. Terlalu dekat ternyata bisa membuat rasa jauh itu semakin nyata. Apa yang kurasa mungkin hanya sekedar tertuang dalam bahasa. Kalbuku ingin berbicara yang sebenarnya, namun apa daya. Kau tak lagi ada

Hal terindah tetap nyata, meski berubah menjadi sekedar angan dan harapan. Jika kini hanya tersisa bayang-bayang, mengapa kesemuan itu justru semakin nyata? Haruskah kau terus hinggap dalam perbatasan dunia nyata dan angan-angan? Tidakkah kau lelah di sana, sayang?

Senyum itu masih ada. Dalam ruang yang beda. Aku tetap bahagia, pernah berada dalam dimensi yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Masa yang kutahu takkan pernah lagi kembali, pun cerita yang takkan lagi terjadi. Sayang, hanya tinggal mimpi, namun aku yakin, kau akan kembali


Read more >>

Januari 15, 2014

Kau Sungguh Baik, Tuhan

Aku ingin tahu apa mauMu, Tuhan. Aku tak mampu untuk kecewa. Tak bisa untuk berdusta bahwa aku selalu butuh Engkau. Jalanku di tanganMu. Ceritaku di naskahMu. Harapanku di genggamanMu. Aku bisa apa, Tuhan? Aku tak sanggup memaki diriku sendiri. Terlalu nista, terlalu hina. Kau sungguh baik, Tuhan..

Aku percaya kehendakMu menyimpan sejuta cahaya untukku, Tuhan. Aku rindu bersimpuh di hadapanMu. Aku ingin mengadu, berbagi hati, bercerita seraya berserah padaMu. Jadikan aku pribadi yang tak mudah terhujam apapun, Tuhan. Aku percaya, sungguh percaya. Aku menukik untuk melejit di kemudian hari. Aku ingin membahagiakanMu. Aku ingin berdiri tegak dan membuatnya tersenyum. Ijinkan aku, Tuhan...
Read more >>

Januari 12, 2014

Hati Ini Rumahmu

Ada kaki yang tak punya jejak. Ada kisah yang tak punya masa. Ada mimpi yang tak punya hati.

Laut bisa berderu, mengapa hati tak bisa berhenti sendu? Pulanglah, jika kau mau. Hatiku ini rumahmu, apa kau lupa? Firasatku ingin mengadu, tapi aku tak tahu. Rasanya entah seperti apa. Dunia kita beradu, jawab aku!

Wahai pemilik rindu. Wajar saja jika aku meragu. Kau terlalu kaku, atau aku yang terlalu sok tahu. Buaian itu berputar di kepala, menusuk setiap sudutnya, mengikat erat bongkahannya. Melekit.. Sakit.. Aku sakit..

Janganlah berhenti di masa itu. Senja tak ingin kau pergi, pun fajar tak ingin kau lari. Lukis aku di jiwamu. Sematkan aku di setiap hela napasmu. Aku ingin memilikimu, seperti udara memiliki bumi.


Ini tentang aku, mimpi, dan hati yang (ingin) memiliki..
Read more >>