September 24, 2014

Kejujuran Itu Masih Bungkam

Semua orang bisa mendengar, namun tidak semuanya bisa memahami. Sebagiannya hanya sekedar ingin tahu, bukan untuk peduli dan membantu. Aku pun bisa merasa bahwa cerita bisa saja hanya sekedar sekelibat angin yang bahkan tak terlintas di benakmu sekalipun. Silakan kau tanyakan pada yang lain, pun benakmu itu sendiri, adakah keterpaksaan di sana? 

Kerap mengundang kisah yang terkadang harus kau paksa untuk diutarakan, aku bisa apa? Kau selalu tahu bahwa aku alergi dengan kata 'tidak'. Tahukah setelahnya kau selalu menancapkan penyesalan mendalam di benakku? Untuk apa kau paksa aku berbagi jika kau tak ingin menerimanya?

Tuhan sangat menyayangimu, kawan. Sekalipun aku tak bisa menumpahkan kekesalan yang kupupuk perlahan. Mereka hanya bisa menguap seadanya, berusaha membaur agar tak ada lagi yang patut dicambuk ke arahmu saat itu. Aku tak ingin kau terpapar kepulan asap negatif yang kau racik sendiri.

Aku tahu kita sama-sama tahu itu. Kau memandang dan aku merasa. Meski sejalan, toh berujung dengan bungkam dan hidup dalam kepura-puraan pada akhirnya. Keterbukaan itu masih terkunci rapat. Entah kapan akan terbuka dengan bebas, tanpa sekat-sekat yang mencekat. Kejujuran itu masih bungkam, biarkan saja.

Semua orang selalu punya sisi tertutup. Hanya kau dan kejujuran pada hatimu sendiri yang tahu. Semua berhak akan itu, pun aku. Semoga ini tak meledak dan membakar dirimu sendiri suatu saat nanti

0 Komentar:

Posting Komentar