Januari 25, 2015

Curahan Hati di Penghujung Rindu

Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam mencintai. Berharap mengikat hati pada yang diingini tanpa mengusik. Ada pula yang harus berada di dekatnya demi membuatnya bahagia. Tidak semua punya jalan yang serupa. Tinggal bagaimana caranya menjaga hati untuk seseorang yang belum tentu menjadi miliknya di masa depan. Meski begitu, kurasa dengan berdoa adalah cara yang paling indah dan tulus dalam mencintai. Kita tak perlu mengumbar sensasi demi menjerat sang pemilik hati. Justru hanya akan merendahkan diri sendiri di mata yang dicintai.

Aku hanya menyadari bahwa pelukku tak akan bisa mengalahkan hangatnya senja. Tatapanku pun tak akan bisa seteduh perempuan yang disandingnya dulu. Hanya dengan seperti itupun aku bisa menahan diriku di hadapanmu, untuk tak berlaku semauku. Aku hanya ingin menjaga hatiku dan hatimu dengan begitu sederhana. Aku hanya menjadi realistis, bahwa mendapatkan cinta memang tidak semudah yang dibayangkan.

Mengagumimu....
Kini menjadi cukup bagiku. Terkadang aku harus bersusah payah untuk menjaga pandanganku dari sosokmu yang bisa muncul kapanpun sang waktu mau. Aku pun harus mengelus dada kala tak kuasa menahan rindu di belakangmu. Sadar bahwa rindu ini belum pantas untuk memenuhi rongga hatiku, karena aku tahu, kamu tidak akan merasakannya sampai kapanpun. Kecuali jika kau memiliki rasa yang sama.

Aku percaya akan kuasa waktu dan segala permainannya. Segala hal yang datang dengan singkat, akan pergi dengan singkat pula. Begitu pun sebaliknya. Segala perjuangan yang diusahakan dengan uluran waktu, tentu akan bertahan dalam jangka waktu yang lama pula. Aku percaya, rindu yang bisu ini akan merengkuh kebahagiaan di masanya.

Aku akan terus membiarkan rindu ini terkekang dalam kebisuan. Biarkan ia mengalir melalui jemari yang tak henti menulis, hati yang tak berhenti menahan, dan lisan yang terus menguntai doa. Rindu yang hampir menuju titik pangkal, kelak akan merengkuh sang pemiliknya pada waktu yang di tepat menuju keabadian.
Read more >>

Januari 16, 2015

Terlalu Bahagia Mengenang

Ada yang sejenak muncul ke permukaan. Entah mengisyaratkan keberadaannya selama ini, atau hanya fatamorgana yang hanyalah ilusi. Hanya sekedar mengenang masa-masa indah yang tak lagi kudapatkan kini. Aku tak pernah menyangka tulisan-tulisan sederhana mampu menyeretku jauh lebih dalam pada angan-angan masa lalu. Bahagia rasanya, namun sakit itu terlalu mendominasi. Ya, dalam bahagia masih ada rasa sakit.

Mungkin memang kau bukan ditakdirkan untukku. Aku hanyalah sebagian percobaan dalam jalinan asmaramu sebelum kau temukan seseorang yang benar-benar mampu mengerti kamu. Pun aku. Kita hanya sama-sama mencoba mengerti arti kesetiaan. Kita pun telah membuktikannya, hanya saja setia ternyata tidak cukup tanpa rasa percaya. Dalam segala kekuranganku, maafkan aku yang masih berbatas dalam memahami ketulusanmu. Aku masih tak mampu beradaptasi pada rencana Tuhan untuk bersama denganmu dalam beberapa saat. Tuhan sayang kamu, aku pun begitu......

Terima kasih untuk alasan senyumku setiap pagi menjelang..
Terima kasih untuk alasan ketenangan setiap malam mengakhiri hari..

Aku terlalu bahagia untuk mengenang hingga aku tak mampu menahan rasa rindu yang lama terkubur. Jujur saja, sebagian rindu itu masih milikmu. Pemeran itu masih (terkadang) milikmu. Namun, ya.. meski tak sepenuhnya.

Jadilah pribadi yang semakin baik di mata orang lain, seperti saat aku mengenalmu dalam rasa sungkan.
Tetaplah menjadi sosok penebar kenyamanan bagi siapapun, seperti kala kita bercengkrama bersama yang lain..
Teruslah menjadi orang yang membahagiakan siapapun, seperti aku yang selalu bahagia akan kebaikan apapun yang kau ukir selama hidupmu di hidupku
Read more >>