Desember 24, 2012

Harusnya

Harusnya malam ini kita bertemu, dalam satu lokasi yang paling nyaman. Hati.

Susahnya menggabungkan dua pikiran yang bercabang. Kau menatap di kejauhan. Aku menatapmu dalam jarak yang tak lebih dari satu jengkal. Selalu seperti itu adanya. Mengapa? Apakah aku terlalu kecil untuk memasuki satu ruang dalam jiwamu? Apakah terlalu lama jika sedetik waktuku singgah di sana?

Aku tahu mimpi itu semu. Aku tahu dia tak mutlak nyata. Apa aku salah saat aku ingin dia menjadi nyata? Apa aku salah saat aku ingin kamu beralih menjadi orang dalam nyataku?

Harusnya aku merangkulmu, ah maksudku, kamu merangkulku dalam pelukanmu. Bukan selalu aku yang memeluk selembar imitasimu menjelang tidurku. Aku hampir lelah berbicara denganmu tanpa mendapatkan satu balasan nyata darimu. Aku tahu kau tersenyum, kau selalu tersenyum. Itu semu. Aku tahu.

Inikah rasanya bermain dengan rasa yang tak kutahu apa namanya? Merindumu meski aku tahu harusnya bukan seperti itu. Risauku tak kunjung punah. Masih tanpa arah. Semakin parah.

Harusnya ada kita saat ini. Ya harusnya...
Harusnya...
Harusnya...

0 Komentar:

Posting Komentar