November 24, 2013

Kita Berhak Bahagia

Ketukkan kesepuluh jemariku menggalirkan segalanya. Apa yang selama ini hanya bisa terkubur dengan apik dalam palung hati, rasanya tak bisa kubiarkan terlalu lama di sana. Ada kalanya kita bercerita tanpa harus bersuara. Mengapa? Karena suara tak selalu membuat orang lain merasa. Diam? Bisa menjadi alternatif bagi mereka yang tak paham dengan kata-kata yang mengalir begitu saja.

Rasa takut itu kembali menghantui. Sama seperti dulu, bahkan lebih rumit dan terlalu melilit. Aku jadi ragu, apa aku harus kembali membisu dan memenangkan kicauan di seberang sana? Seperti dulu? Dan terjatuh lagi dengan tawa yang membahana di ujung sana. Itu bahagia?

Kau tahu, kebahagiaan itu tak selamanya harus berbicara tentang orang lain. Ada saatnya kita perlu bahagia dengan cara kita sendiri, mengindahkan ego orang lain tentunya. Kita berhak untuk bahagia, tanpa kicauan, tanpa gurauan, atau tanpa sentilan rasa yang bisa menghancurkan segalanya. Kita harus membuat orang lain bahagia, aku tahu. Tapi apa kita harus mengorbankan kebahagiaan kita untuk mereka? Lantas, bagaimana jika semua tak ingin berbalik?

0 Komentar:

Posting Komentar