Agustus 20, 2016

Bahaya Merindu

Aku yang melangkah, aku pula yang terjatuh
Aku yang berjalan, aku pula yang berhenti

Rindu hanya sekedar bagi sebagian dari mereka. Hanya sekedar ucapan, sebatas wacana, sekena gurauan. Ya, sampai mereka mengerti dan merasakan bahwa semua terlalu berharga untuk dilewatkan. Ini menandakan bahwa kenangan bukan sebatas puing-puing yang terbengkalai. Ada kalanya kau akan menunduk dan meresapi kepingan yang tersisa. Tertunduk lesu dan meragu sekejap, entah akan bangkit lagi, atau justru semakin terpuruk. Kita bisa berjalan berlawanan. Namun percayakah bahwa dalam setiap pijakan ada jejak yang tersisa. Jejak itu bisa saja tercetak abadi atau tergerus masa. Sebuah pilihan yang ringan, namun cukup sulit dilakukan.

Rindu bukan sekedar menjadi beku untuk sosok yang tak tahu menahu. Ia akan menjerat tanpa ampun saat kau disapa oleh keganasan rindu. Rindu itu terlalu menggebu untuk mereka yang terlalu berharap meski ia tahu yang diharap tak kunjung berucap. Luapan rindu sungguh menyiksa bagi mereka yang terlalu merasa. Kau bisa apa dengan rindu yang terlanjur melebur? Menahan tapi terkurung? Atau mengikuti arus tapi tersakiti?

Aku yang memulai, aku pula yang (harus mengakhiri)
Aku yang tertatih, dan harus aku pula yang bangkit

Rindu kadang menjadi benalu. Menyesap dalam-dalam kekuatan yang telah lama terpupuk hanya untuk membangkitkan memori yang lama (di)tinggal(kan). Terkadang melilit kuat hingga hampir mencekik. Itulah caranya rindu memasuki rongga-rongga dan membuatnya menganga jauh lebih terbuka. Kadang kita memang butuh benalu rindu agar kita tahu bahwa kesia-siaan tak boleh dibiarkan semakin lama. Bangkit itu perlu, sebelum semuanya semakin terseok-seok dalam pengibaan.

Aku memang rindu tapi bukan berarti aku menunggu. Rindu ini terlalu bahaya bagi mereka yang tak mampu menghadang. Semakin diresapi, akan semakin kau merintih. Secara resmi aku berhenti merindu. Ya, mengartikannya sebagai pemberhentian dalam ruang tunggu untuk segala yang menggantung. Segala perbuatan memang perlu pertanggung jawaban. Dan terimalah caraku ini sebagai bentuk kepastian yang aku buat sendiri.

Berhenti menunggu sebagai caraku menghalau bahaya merindu

0 Komentar:

Posting Komentar