Desember 02, 2011

Pandangan Itu Menyakitkan

Aku tak tahu harus menyebutnya ini sebagai suatu kebetulan, keajaiban, atau siksaan untukku. Mataku menangkapmu di sudut sana, bersanding dengan satu sosok yang lebih dewasa dariku. Entah aku harus berkata apa. Intinya, aku tak bisa mengelak jika aku bahagia melihatnya. Tenang, aku tak sakit, aku hanya sedikit terguncang. Hanya sedikit, tak banyak.

Kehadirannya tak membuatku aneh terhadapmu. Aku hanya benci melihatmu menatapku dengan pandangan yang nyatanya tak jauh berbeda ketika aku dan kamu masih bisa disebut dengan 'kita'. Ya, aku tak suka. Aku benci ketika kamu menatapku dan membuat separuh ragaku lemah karenamu. Kau tanya mengapa? Semua telah berbeda, dear. Aku dan kamu bukan lagi kita. Tak seharusnya kamu menaruh pandangan sedetik itu padaku. Itu menyakitkan. Pandangan itu menyakitkan.

Semua semakin menguatkan satu persepsi dalam pikiranku bahwa semua itu bukan dalam kendalimu. Semua kesakitan, caci maki, amarah, dan egois yang telah kau hujam belakangan ini bukan maumu. Mungkin bukan juga suatu paksaan karena aku tau, kamu bersungguh-sungguh dalam hal itu. Labil. Ya, kamu labil. Kamu goyah menetapkan kemana hatimu harus menuju.

Semua memang menyakitkan. Semua memang perih. Tapi, tak ada sakit hati yang tak mampu dimaafkan. Tak ada pula amarah yang tak bisa dilupakan. Juga tak ada tangisan yang tak mampu dihapus. Cobalah untuk tak menoleh lagi. Cobalah untuk tak melemahkanku lagi. Aku capek. Aku lelah dengan semua air mata sia-sia ini. Aku lelah untuk jatuh lagi karenamu. Pergilah, aku takkan menahanmu. Aku telah berjalan dan ku mohon jangan lagi mencoba untuk menghentikanku.

1 Komentar:

kisah hati mengatakan...

rista capek? istirahat riiss :p, tutup lembaran buka kisah yang baru...

Posting Komentar