Desember 06, 2011

Rindu Itu..

"Melepas semua penat di jiwa ternyata tak membutuhkan waktu."
"Masa?"
"Ya, karena waktu pun ternyata tak pernah cukup untuk menghapus semua perih yang ada."

Aku tertegun mendengar kata-kataku sendiri yang tak terkontrol olehku. Semua seakan mengalir apa adanya. Otakku seakan beku, mati, dan terpenjara oleh emosi hati. Bibirku seakan terasuki oleh penguasa ego hingga ia sanggup melontarkan kata-kata takabur itu. Ya, semua di luar kendali. Tolong kencangkan mur dalam setiap sarafku, gumamku.

Entah mengapa, aku ingin memutar waktu yang kini bergelut di sekelilingku. Ingin rasanya aku kembali ke masa itu. Bukan, bukan masa ketika aku mengenal sosok itu. Aku ingin kembali ke masa ketika aku tak mengenal semuanya. Aku tak mengenal apa itu cinta, aku tak mengenal apa itu gundah, tak juga mengenal bagaimana rasanya tersakiti. Rasanya begitu indah untuk dikenang dan dirasakan. Namun sayang, waktu mendorongku untuk tumbuh berkembang menjadi perempuan yang harus mengenal apa itu cinta di masanya. Ya, ini memang indah, tapi tak seindah yang dibayangkan.

Rindu itu kelabu. Semua abu-abu. Semua bisu. Semua bersatu padu di dalam hatiku. Ternyata ini rasanya tersiksa rindu yang menggebu di malam penuh haru. Bahagia memang jika dipikirkan, namun rasa sakit yang muncul beriringan pun ternyata tak kalah hebatnya. Aku jatuh. Aku sakit. Aku rapuh. Semua itu membasuh sekujur tubuhku hanya karena keberadaan rindu.

Rindu itu hanya soal waktu. Benarkah? Tidak juga menurutku. Itu hanya soal pilu. Ya, menahan pilu yang dibumbui rasa ragu. Aku heran, rindu itu sebenarnya menyenangkan, atau menyakitkan ya?

Tak seharusnya aku merindu pada lagu yang tak lagi berkumandang menghiasi hari-hari panjangku. Rindu itu tak lagi singgah di sana, di tempat di mana ia mempu mendendangkan lagunya dengan begitu bebasnya. Ya, ia laksana burung kecil yang terbang bebas, kemudian dengan ramahnya disambut oleh belaian dedaunan yang rindang. Betapa indahnya masa itu ya?

Kini masa itu telah bergulir di bawah pulir-pulir reruntuhan. Hanya tersisa abu dalam ragu yang tak kunjung berlalu. Abu-abu. Ya, lagi-lagi harus bermuara pada ke-abu-abu-an masa. Rindu itu ragu? abu-abu? pilu? sendu? Bolehkah aku mengubah rindu itu menjadi lagu seperti sedia kala? Aku tak mampu lagi menampik. Aku rindu masa itu, masa dimana aku berlagu tanpa ragu. Aku merindukan hadirnya rindu di kalbu yang menggebu. Akankah rindu itu kembali? Atau memang rindu itu hanyalah abu sebuah ragu?

0 Komentar:

Posting Komentar